twitter




PERLUNYA PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Kesadaran perlunya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman konsep akademik yang mereka peroleh hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan praktis kehidupan mereka, baik dilingkungan kerja maupun di masyarakat. Pembelajaran yang selama ini mereka terima hanyalah penonjolan tingkat hafalan dan sekian rentetetan topik atau pokok bahasan, tetapi tidak diikuti dengan pemahaman atau pengertian yang mendalam, yang bisa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya.

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar (Nurhadi, 2002)

Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal , tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya.

Untuk memahami secara lebih mendalam konsep pembelajaran contextual , COR (Center for Occupational Research) di Amerika, menjabarkannya menjadi lima konsep bawahan yang disingkat REACT yaitu Relating, Experience, Applying, Coorperating, dan Transfering.

  • Relating adalah bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau pengalaman nyata. Pembelajaran harus digunakan untuk menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi baru untuk dipahami atau dengan problema untuk dipecahkan.
  • Experiencing adalah belajar dalam konteks explorasi penemuan, dan penciptaan ini berarti bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa melalui pembelajaran yang mengendepankan proses berpikir kritis lewat siklus inquiry.
  • Applying adalah belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar dalam penggunaan dan kebutuhan praktis. Dalam praktiknya siswa menerapkan konsep dan informasi dalam kebutuhan kehidupan mendatang yang dibayangkan.
  • Cooperating adalah belajar dalam bentuk berbagi informasi dan pengalaman, saling merespon dan saling berkomunikasi. Bentuk belajar ini tidak hanya membantu siswa belajar tentang materi, tetapi juga konsisten dengan penekanan belajar contextual dalam kehidupan nyata. Dalam kehidupan nyata siswa akan menjadi warga yang hidup berdampingan dan berkomunikasi dengan warga lain.
  • Transfering adalah kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman berdasarkan konteks baru untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru.

Perencanaan CTL (Contextual Teaching and Learning) menggunakan tujuh komponen yaitu sebagai berikut :

1. Kontruktivisme (constructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan pendekatan CTL yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan adalah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi sendiri pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Karena itu, siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada dirinya.
Atas dasar pengertian tersebut, prinsip dasar konstruktivisme yang dalam praktik pembelajaran harus dipegang guru adalah sebagai berikut.
  • Proses pembelajaran lebih utama daripada hasil pembelajaran Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting daripada informasi verbalistis.
  • Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
  • Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar.
  • Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.
  • Pemahaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.
  • Pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi (yaitu pengetahuan baru dibangun dari struktur pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (yaitu struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung/menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).
2. Bertanya (questioning)
Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Belajar dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh ionformasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa.
Atas dasar pengertian tersebut, prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya adalah sebagai berikut.
  • Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.
  • Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui tanya jawab.
  • Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi (baik kelompok maupun kelas).
  • Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
  • Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: (1) menggali informasi, (2) mengecek pemahaman siswa, (3) membangkitkan respons siswa, (4) mengetahui kadar keingintahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang diketahui siswa, (6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuai yang dikehendaki guru, (7) membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri siswa, dan (8) menyegarkan pengetahuan siswa.
3. Menemukan (inquiry).
Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasi; mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya.
Atas pengertian tersebut, prinsip-prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiry dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
  • Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri.
  • Informasi yang diperoleh akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.
  • Siklus inkuiri adalah observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (conclussion).
  • Langkah-langkah kegiatan inkuiri : (1) merumuskan masalah, (2) mengamati atau melakukan observasi, (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain, (4)mengomunikasikan atau menyajikan hasilnya pada pihak lain (pembaca, teman sekelas, guru, audiens yang lain).
4. Masyarakat belajar (learning community).
Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antarteman, antarkelompok, dan antar yang tahu kepada yang tidak tahu, baik didalam maupun diluar kelas. Karena itu, pembelajaran yang dikemas dalam berdiskusi kelompok yang anggotanya heterogen, dengan jumlah yang bervariasi, sangat mendukung komponen learning community ini.
Berikut disajikan prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada komponen learning community.
  • Pada dasarnya hasil belajar dipeoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak lain.
  • Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi.
  • Sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah.
  • Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat didalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.
  • Yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.
5. Permodelan (modelling).
Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang, misalnya cara mengoperasikan sesuatu, menunjukan hasil karya, mempertonton suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya.
Prinsip-prinsip komponen modelling yang bisa diperhatian guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut.
  • Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru.
  • Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya.
  • Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau model penampilan.
6. Refleksi (reflection).
Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah, dan merespon semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah sebagi berikut.
  • Perenungan atas segala sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atau pengetahuan sebelumnya.
  • Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diperolehnya.
  • Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atau pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau unjuk kerja.
7. Penilaian autentik (authentic assessment).
Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran.
Sehubungan dengan hal tersebut, prinsip dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan komponen penilaian autentik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
  • Penilaian autentik bukan menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan pengalaman siswa belajar.
  • Penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil.
  • Guru menjadi penilai yang konstruktif yang dapat merefleksikan bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menghubungkan apa yang mereka ketahui, dengan berbagai konteks, dan bagaimana perkembangan belajar siswa dalam berbagai konteks belajar.
  • Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian diri dan penilaian sesama.

STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Berdasarkan pemahaman, karakteristik, dan komponen pendekatan contextual, beberapa strategi pengajaran yang dapat dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran contextual antara lain sebagai berikut :

Pembelajaran berbasis masalah

Sebelum memulai proses belajar mengajar dalam kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Setelah itu, tugas guru adalah merangsang siswa untuk berfikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan siswa untuk bertanya membuktikan asumsi dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka.

b. Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar

Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan siswa. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar diluar kelas. Siswa diharapakan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.

c. Memberikan aktivitas kelompok

Aktivitas belajar kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain.

d. Membuat aktivitas belajar mandiri

Peserta didik mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru agar dapat melakukannya, siswa haru smlebih memperhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh.

Pengalaman pemeblajaran kontextual harus mengikuti uji coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independen learning)

e. Membuat aktivitas belajar bekerjasama dengan masyarakat

Sekolah dapat melakukan kerjasama dengan orangtua siswa yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini pelu dilakukan guna memberikan pengalam belajar secara langsung, dimana siswa dapat termotivasi. Selain itu kerjasama juga dapat dilakukan dengan institusi atau perusahaan tertentu untuk memberikan pengalaman kerja. Misalnya meminta siswa untuk magang ditempat kerja.

f. Menerapkan penilaian autentik

Dalam pembelajaran kontextual penilaian autentik dapat membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada sitausi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002: 165), penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar mengajar. Adapun bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru yaitu protofolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis.

John A. Zahorik dalam Constructivist Teaching (1995:14-22) mencatat lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontextual. Lima elemen yang dimaksud sebagai berikut:

1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)

2)Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (a) konsep sementara (hipotesis), (b) melakukan sharing kepada oranglain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu, (c)konsep tersebut direvisi dan dikembangkan

4) Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge)

5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.


Sumber :

Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Bumi Aksara: Jakarta

http://www.scribd.com/doc/42124917/10/Pembelajaran-CTL-Contextual-Teaching-and-Learning